Amat banyak contoh kata baku yang jarang digunakan dan bahkan telah dilupakan. Beragam pula alasan orang enggan memakainya.
Bukan hanya itu. Sesekali menampilkan jenis kata tak baku dalam kalimat yang kita lontarkan bisa membantu kita berbahasa secara luwes. Kata-kata baku memang acap disandingkan dengan kesan kaku.
Namun demikian, ada sebuah kenyataan yang patut kita sayangkan.
Saya menemukan banyak kosakata dalam bahasa kita yang nyaris tidak pernah tampil dalam percakapan atau tulisan. Kosakata-kosakata itu seakan-akan diciptakan khusus untuk sekadar bikin tebal kamus.
5 Contoh Kata Baku yang Hampir Dilupakan
Berikut ini saya sajikan beberapa contoh kata baku dan tidak baku dalam bahasa Indonesia. Kata-kata baku dalam contoh ini jarang digunakan karena orang lebih sering memakai bentuk yang tidak baku.
1. Pernyataan
Sudah lama saya merasa sangat penasaran dengan keberadaan kata yang satu ini. Ke mana saja ia selama ini? Mengapa ia enggan “menampakkan diri”?
Saya menduga, biang kerok yang membuat ia segan nongol adalah adanya pesaing yang amat tangguh. Tampaknya, ia harus mengakui bahwa sang “kompetitor” memang lebih disukai.
Kebanyakan orang di negeri ini memilih kata statement dibandingkan pernyataan. Padahal, pelbagai kamus yang pernah saya lihat menunjukkan bahwa pernyataan merupakan padanan kata yang baku dalam bahasa Indonesia.
Namun, pernyataan tak perlu berlarut-larut dalam kesedihan. Toh, ia tidak sendirian. Banyak “teman senasib” yang juga jarang tampil ke permukaan seperti dirinya.
2. Salat
Kata baku ini tidak laku karena kebanyakan orang cenderung memilih ejaan yang berasal dari bahasa aslinya. Kita lebih sering melihat atau mendengar orang memakai istilah shalat atau sholat untuk menyebut rukun Islam kedua ini.
Seperti halnya pernyataan, salat pun mempunyai banyak kawan yang memiliki peruntungan serupa dengannya.
Kata-kata lain yang juga tak laku di pasaran dengan alasan yang sama antara lain azan, rida, dan istikamah. Ketiga contoh kata baku itu senantiasa tak berdaya ketika harus “bertarung” melawan adzan, ridho, dan istiqomah.
3. Penatu
Siapa pernah mengunjungi penatu?
Bila tidak ada, berarti nasib kita sama. Saya juga tidak pernah menemukan sebuah bentuk usaha yang mengusung kata penatu sebagai nama bisnisnya.
Padahal, menilik jenis usaha dalam bidang pencucian dan penyetrikaan pakaian ini, saya melihat peluang bisnis yang terbuka lebar. Atau barangkali pengamatan saya, yang tak paham dunia bisnis, keliru.
Usaha sejenis penatu yang kerap saya jumpai umumnya memasang papan nama bertuliskan laundry. Kita tak akan kesulitan menemukan usaha laundry yang menjamur di sekitar perumahan dan kampus.
Jadi, jika suatu saat Anda hendak mencucikan atau menyetrikakan pakaian, jangan mencari penatu, ya. Percaya, deh, nggak bakalan ketemu!
4. Renjana
Lagi-lagi istilah yang berasal dari bahasa asing telah meminggirkan kata baku dari “pergaulan”. Kali ini, passion-lah “oknum”-nya.
Menurut Anda, seberapa sering orang menyebut kata renjana? Lalu, bagaimana dengan penggunaan istilah passion?
Sepertinya passion bukan “lawan” sepadan bagi renjana. Kepopuleran kosakata bahasa Inggris ini masih terlalu perkasa untuk diimbangi oleh renjana.
Tak heran jika renjana bakal merasa rendah diri bila harus berhadapan dengan passion. Selama ini, ia lebih suka ngumpet di lembaran bausastra ketimbang tampil “menyapa” publik.
5. Balsam
Dalam kehidupan sehari-hari, biasanya lebih banyak orang menyebut barang yang dikenal sebagai obat gosok ini dengan sebutan balsem. Perlakuan serupa terjadi pada kata-kata semisal asam, garam, dan macam-macam.
Entah mengapa orang lebih menyukai penggunaan kata-kata tidak baku itu ketimbang bentuk bakunya.
Namun, tidak berarti semua kata berakhiran -em bukan kata baku. Jangan sampai kita latah, mengubah arem-arem menjadi aram-aram.
Menjaga Kata Baku Tak Lesap Ditelan Waktu
Beberapa kata baku yang saya cantumkan sebagai contoh di atas amat jarang disebut orang. Dalam hati ini, muncul rasa khawatir bahwa suatu saat nanti kata-kata semacam itu akan benar-benar mati.
Tentu kita tak ingin menemui kenyataan pahit, bagian dari kekayaan bahasa Indonesia itu kelak terkubur dan tak mampu bangkit.
Untuk menghindari kondisi buruk tersebut, kita bisa turut mengupayakan lestarinya beberapa kosakata langka dimaksud. Salah satu usaha yang bisa kita lakukan adalah dengan cara memahami dan menggunakan kosakata baku dalam percakapan yang kita lakukan dan tulisan yang kita terbitkan.
Ada beberapa cara yang bisa kita gunakan dalam upaya memahami dan menggunakan kata baku dan kata tidak baku dalam bahasa persatuan kita itu.
1. Menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai acuan
Kita bisa menggunakan KBBI sebagai rujukan dalam mencari kata-kata baku dan tidak baku yang hendak kita gunakan. Pada era digital ini, KBBI daring tentu amat praktis sebagai sarana pencarian kosakata yang kita inginkan.
Biasanya, KBBI akan menyodorkan sebuah tanda tanya sembari menunjukkan bentuk bakunya ketika kita menorehkan kata tidak baku pada kolom pencarian.
2. Membuat daftar kata baku dan kata tidak baku
Mencatat merupakan salah satu metode ampuh saat kita mempelajari suatu pengetahuan. Begitu pun dengan kata baku dan tidak baku.
Menorehkan sendiri kata-kata baku dan kata-kata tidak baku dalam sebuah tabel bakal membantu memori dalam otak kita lebih gampang mengingatnya.
3. Menulis artikel atau konten menggunakan kata baku
“Alah bisa karena biasa.” Demikian kata sebuah peribahasa.
Sering menulis atau bertutur kata menggunakan bahasa baku pada momen yang tepat akan menumbuhkan kebiasaan baik pada diri kita. Jika telah terbiasa, kita tak akan merasa bingung dan canggung ketika harus menggunakannya.
Pemakaian Kata Baku yang Tak Lucu
Itulah beberapa cara memahami kata baku dan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia. Setelah memahami banyak kata baku, tentu langkah selanjutnya adalah memakai kata-kata tersebut sesuai konteks pembicaraan atau tulisan yang kita buat.
Menggunakan bahasa baku secara membabi buta hanya akan mendatangkan “petaka”. Lucu juga kalau kita bicara dengan seorang penjual sayur keliling menggunakan bahasa baku.
“Selamat pagi, Mas! Apakah Anda memiliki persediaan garam dan cabai keriting dalam gerobak Anda? Saya telah menyusun rencana untuk membuat sambal bawang pagi ini.”
Kecuali Anda memang sedang membuat konten eksperimen sosial tentang reaksi orang ketika melihat emak-emak mabuk bahasa.
Pemahaman mengenai kata baku dan tidak baku tak hanya membikin kita lebih mampu bertutur dan menulis dengan bahasa yang tepat. Kita boleh memiliki harapan yang lebih besar lagi.
Dalam cakupan yang lebih luas, keadaan ini bisa saja membantu kata-kata baku lestari. Bahkan mungkin bisa “menyambung nyawa” kata-kata baku yang nyaris mati lantaran tak banyak lagi penutur dan penulis yang peduli.
Nah, apakah Anda mempunyai metode berbeda dalam memahami dan menggunakan kata baku dan tidak baku? Atau Anda juga menyimpan catatan berisi contoh kata baku yang sudah dilupakan orang?
Post a Comment
Post a Comment