Sepertinya susah banget menyatakan dalam bahasa Indonesia istilah free ongkir, ya? Kenapa bisa begitu?
Perkembangan teknologi telah menjadikan media daring sebagai sarana yang sangat membantu melancarkan pelbagai urusan manusia. Urusan belanja pun ikut memanfaatkan kemudahan dan kecepatan yang ditawarkannya.
Saat ini kegiatan belanja online telah menjadi menu sehari-hari bagi banyak orang dari berbagai usia dan kalangan. Masa pandemi Covid-19 yang membikin kegiatan manusia serba terbatas turut menyuburkan aktivitas onlen-onlen semacam ini. Kegiatan belanja daring pun semakin mendapatkan tempat di masyarakat.
Penggunaan istilah-istilah yang terbilang baru ikut meluas sebagai imbas dari keadaan ini. Saya mencatat, salah satu istilah yang sangat akrab di telinga para pelaku bisnis daring adalah “free ongkir”.
Silakan baca juga artikel mengenai variasi arti kata date dalam bahasa Indonesia.
Free ongkir telah menjelma menjadi sebuah istilah yang sangat populer belakangan ini. Para penjual online sering menjadikan free ongkir sebagai sebuah senjata untuk merebut simpati (calon) pelanggan.
Sebaliknya yang terjadi pada pihak pembeli. Mereka ikut memanfaatkan platform free ongkir ini untuk mendapatkan produk yang mereka inginkan dengan jumlah biaya yang sekecil-kecilnya.
Maka, menjamurlah kampanye menggunakan frasa “ajaib” free ongkir di lapak-lapak penjual yang mencari peruntungan melalui lokapasar (market place) yang tersebar luas di ranah digital.
Jagat maya pun tak luput dari serbuan para (calon) pembeli yang “menjejali” mesin pencari dengan istilah ini. Mereka mengandalkan kata kunci ini dalam berburu barang tanpa mau dikenai biaya pengirimannya.
Di lain pihak, para penjual menjadikan frasa ini sebagai “senjata mematikan” untuk menjaring sebanyak mungkin pembeli.
Asal Mula Frasa “Ganjil” Free Ongkir
Sebenarnya tidak sulit mengira-ngira, apa makna kata ongkir dan dari mana asal-usulnya.
Untuk menelusurinya, mula-mula saya membuka halaman KBBI Daring. Di sana saya menemukan sebuah keterangan mengenai kata ongkir. KBBI menjelaskan bahwa ongkir merupakan akronim dari ongkos kirim.
Orang memang suka menggunakan istilah-istilah yang singkat. Menyebut ongkir terasa lebih enak ketimbang sebutan lengkapnya, ongkos kirim. Selain karena singkat, barangkali penyebutan sebuah istilah baru seperti ongkir bisa juga menimbulkan sensasi yang gimana gitu.
Silakan baca tulisan yang membahas istilah dirgahayu yang amat laku pada musim tertentu.
Istilah ongkir meroket sejak frekuensi perdagangan daring melonjak. Biasanya ongkos kirim ini dibebankan oleh penjual kepada pembeli untuk membayar biaya ekspedisi atas pengiriman barang yang diperjualbelikan.
Kata ongkos memiliki beberapa makna, yaitu biaya, belanja, dan upah atau bayaran. Tentu saja penggunaan makna-makna tersebut harus disesuaikan dengan konteks kalimatnya.
Berdasarkan asal-usulnya, ongkos merupakan kata yang diimpor dari bahasa Belanda, yakni onkosten. Dalam bahasa asalnya, kata onkosten diterjemahkan sebagai biaya atau pengeluaran.
Sementara itu, kata kirim dalam urusan ini tentu saja berhubungan dengan proses mengantarkan barang yang diperjualbelikan.
Jadi, istilah ongkir atau ongkos kirim bisa dimaknai sebagai biaya pengiriman barang dari tempat penjual ke tempat (yang diinginkan) pembeli.
Arti Free Ongkir dalam Bahasa Indonesia
Kata free tentu saja berasal dari bahasa Inggris. Sebuah kamus Inggris-Indonesia meyodorkan cukup banyak terjemahan kata free. Terjemahan yang saya temukan antara lain bebas, luang, kosong, gratis, dan cuma-cuma.
Bila dikaitkan dengan pengenaan ongkos kirim, kata free bisa berarti bebas, gratis, atau cuma-cuma. Saya kira ini sebuah frasa yang gampang ditebak maknanya.
Silakan baca artikel mengenai sulitnya mencari pembanding bagi kata chatting.
Saya cuma agak heran, kenapa ongkir harus disandingkan dengan free. Sepertinya mereka bukan pasangan yang serasi. Mengapa tidak menggunakan istilah lain yang masih terhitung "saudara sebangsa dan setanah air" seperti bebas, gratis atau cuma-cuma?
Jadi, bisa dikatakan bahwa secara sederhana arti free ongkir adalah bebas biaya pengiriman. Penjual tidak akan mengenakan beban biaya pengantaran barang yang diperjualbelikan kepada pembeli.
Entah kutipan berikut ini ada hubungannya entah tidak. Saya sitir dari kompas.id, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dadang Sunendar pernah mengungkap sebuah pernyataan yang mungkin cocok dengan kecenderungan ini.
”Akan tetapi, sebagian warga belum bangga dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia hanya dianggap sebagai alat komunikasi, bukan jati diri bangsa yang utuh.”
Senyampang masih di bulan Kemerdekaan, sepertinya ini waktu yang pas untuk ngomongin urusan-urusan yang berkaitan dengan jati diri bangsa, bukan?
Nah, itulah arti free ongkir yang acap dicari pembeli dalam jual beli daring alias online shopping.
Post a Comment
Post a Comment