Arti kata seronok telah melenceng sangat jauh dari makna aslinya. Berbagai kondisi menunjukkan hal ganjil yang terkesan wajar itu.
Apa yang terpikir dalam benak Anda tatkala mendengar seseorang menasihati putrinya yang beranjak remaja dengan kalimat ini, “Berpakaianlah yang seronok, Nak.”
Apakah Anda menduga orang tua ini seseorang yang sinting?
Mungkin bayangan buruk akan menerpa pikiran Anda manakala mendengar ucapan seperti di atas. Sama mirisnya saat Anda menemukan berita yang menyebut adanya foto artis seronok, atau video yang seronok.
Cukup banyak penggunaan bahasa Indonesia yang melenceng dari makna yang sebenarnya. Faktor kebiasaan menjadi salah satu biang keladinya.
Nasihat orangtua dalam ilustrasi di atas menjadi salah satu contohnya. Contoh lain misalnya ada di artikel ini dan artikel ini.
Bila Anda masih mengira bahwa orangtua yang menasihati putrinya seperti itu cenderung negatif, berarti Anda masih terpengaruh penggunaan kata yang menyimpang dari makna yang sebenarnya.
Nelangsa sekali nasib kata ini. Ia sering diposisikan sebagai sebuah kata yang berkonotasi buruk. Orang banyak mengasosiasikan kata ini dengan kondisi yang tidak baik terutama berkenaan dengan urusan seksualitas.
Apa Sebenarnya Arti Kata Seronok?
Coba tengok sejenak Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Bukalah KBBI Daring, tik kata ini dalam baris pencarian. Apa yang Anda dapatkan? Masihkah Anda berpikiran “yang tidak-tidak” terhadap kata yang satu ini?
KBBI memberi dua makna atas kata kontroversial satu ini. Keduanya adalah ‘menyenangkan hati’ dan ‘sedap dilihat (didengar dan sebagainya)’.
Nah, ternyata makna yang sebenarnya sangat jauh dari yang sering terucap bukan? Bahkan bisa dikatakan bertolak belakang.
Dari mana orang memperoleh arti kata seronok yang menceng jauh dari arti yang sesungguhnya? Saya tidak tahu persis bagaimana asal-usul terbentuknya pemaknaan yang tidak tepat ini.
Yang jelas, saya sering mendengar ucapan atau membaca tulisan yang mengandung kata itu secara tidak semestinya. Sebaliknya, saya hampir tidak pernah menemukan penggunaan kata ini secara tepat sesuai makna yang sebenarnya.
Simaklah pembahasan mengenai penggunaan kata meneladan dan meneladani.
Setelah tadi kita bersilaturahmi dengan KBBI, mari kita berkunjung sejenak ke Kamus Tesaurus Bahasa Indonesia. Di sana kita akan menjumpai beberapa sinonim kata yang menjadi pokok bahasan kita ini.
Kita akan mendapatkan delapan kata yang semakna dengan kata ‘seronok’. Kedelapan kata itu berkonotasi positif. Perhatikan saja mereka: enak, mengasyikkan, menyenangkan, ria, riang, sedap, menarik, dan meriah.
Asal Kata Seronok dari Bahasa Melayu
Kata seronok berasal dari
bahasa Melayu dengan ejaan yang sama dengan penulisan kata ini dalam bahasa
Indonesia. Tak heran jika kosakata ini juga digunakan di negeri jiran kita.
Seronok mengandung arti yang positif ketika digunakan oleh penutur yang berasal dari Malaysia dan menggunakan bahasa Malaysia. Orang-orang di sana tetap menjunjung makna aslinya.
Hanya seronok dalam bahasa Indonesia yang mengalami penyelewengan berat. Makna apik yang melekat pada istilah ini berubah arah seratus delapan puluh derajat menjadi terkesan cabul dan nista.
Lantas, mengapa banyak orang di Indonesia mengartikan istilah ini dalam makna yang negatif? Saya kira ini perlu penelusuran yang lebih mendalam. Saya sendiri belum menemukan cerita asal-usul pemahaman mengenai kata seronok yang “sesat” itu.
Sebuah artikel yang terbit di situs Balai Bahasa Jateng bisa menjadi bahan kajian. Tulisan ini memaparkan gambaran mula banyak orang menggunakan kata seronok yang artinya menyimpang dari makna yang sesungguhnya.
Media Turut Menyebarkan Kekeliruan
Bukan hanya orang awam yang memandang kata seronok dengan sinis. Ternyata lapak berita sekelas kompas.com juga melakukannya.
Saya punya sebuah contoh berita yang mengartikan istilah yang satu ini sebagai sebuah ungkapan negatif. Meskipun tidak ada kalimat yang secara khusus mengungkapkan makna kata yang negatif, tetapi kata seronok yang muncul dalam pemberitaan itu jelas mengarah kepada arti yang negatif.
Beberapa waktu lalu sempat viral berita tentang Paus Fransiskus yang “kedapatan” ngelike gambar yang kabarnya jauh dari etika. Apalagi bagi seorang panutan terdepan dalam sebuah agama.
Coba kita cermati kalimat ini. “Vatikan mengatakan tengah melakukan penyelidikan setelah akun Instagram resmi Paus Fransiskus "menyukai" foto seorang model seronok Brasil.”
Berita itu tidak menjelaskan makna kata seronok yang dilekatkan pada sang model. Namun isi berita menggambarkan bahwa kejadian Paus Fransiskus “menyukai” foto seorang model itu bikin tidak enak hati banyak pihak.
Dengan mengetahui isi berita seperti itu, maka kita dapat menduga bahwa maksud kata ‘seronok’ yang dialamatkan kepada model asal Brasil itu tentu saja bersifat negatif. Oleh karena makna negatif itulah, aparat Vatikan harus pontang-panting memberikan klarifikasi bahwa yang melakukan perbuatan “tidak senonoh” itu bukan Paus. Bahkan mereka juga melakukan penyelidikan guna mengetahui pelaku yang sesungguhnya.
Nah, jelas sekali bukan, penggunaan kata yang sebetulnya bermakna positif ini telah menyimpang jauh dari arti yang seharusnya. Makna yang beredar dalam masyarakat justru berkebalikan dengan makna yang diusung kata ini.
Sayang sekali, media yang seharusnya ikut menyebarkan kata-kata yang benar, malah membikin orang makin meyakini arti kata yang terpesong dari makna yang seharusnya. Tak sedikit media lain yang bertindak serupa.
Bagaimana Cara Menentukan Ungkapan yang Tepat?
Setelah menyadari penggunaan kata yang tidak pas sesuai dengan makna sebenarnya, barangkali timbul pertanyaan lain. Apa kata yang paling tepat menggambarkan keadaan negatif sesuai maksud si penutur atau penulis berita seperti contoh ungkapan di atas?
Untuk mendapatkan kata yang bisa mewakili ungkapan negatif atas kondisi demikian, kita bisa memakai lawan kata dari kata yang kita bahas dan beberapa sinonimnya. Beberapa lawan kata alias antonim bisa kita temukan dalam Kamus Tesaurus Bahasa Indonesia.
Mengapa kata pedestrian acap "disalahgunakan"?
Namun bila kita tidak mendapatkannya dalam kamus, kita bisa mencarinya sendiri melalui berbagai cara. Misalnya dengan membayangkan kondisi sebaliknya dari makna kata-kata yang bersinonim dengan kata yang kita maksudkan.
Berdasarkan makna kata dan sinonim kata yang telah saya ungkapkan di atas, kita bisa mencari antonim ungkapan-ungkapan itu. Misalnya kita bisa menggunakan kata-kata seperti buruk, menyedihkan, atau membosankan.
Tentu saja penggunaan kata yang tepat harus menyesuaikan dengan konteks kalimatnya.
Jadi, lain kali kita tidak akan menggunakan kata itu dalam konteks negatif seperti yang selama ini banyak kita temukan. Bukankah kita telah paham arti seronok yang sebenarnya?
Post a Comment
Post a Comment