Yuk, jadikan Bulan Bahasa dan Sastra 2020 sebagai momen untuk berbahasa Indonesia yang lebih sehat. Memangnya, seperti apa sih bahasa yang sehat itu?
Kesehatan menjadi salah satu faktor penting yang sangat memengaruhi kenyamanan hidup manusia. Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung lebih dari enam bulan ini semakin mengokohkan pentingnya peran kesehatan dalam kehidupan. Betapa terganggu sendi-sendi kehidupan yang lain ketika faktor kesehatan terancam.
Kita sedang diuji, apakah dengan kondisi sulit sekarang ini, kita tetap bisa berpikir dan bertindak secara sehat. Saat tubuh kita sedang terancam oleh virus yang amat membahayakan kesehatan, setidaknya kita berharap pikiran dan hati kita tetap sehat.
Bulan Oktober selalu menjadi bulan istimewa bagi insan Indonesia yang memiliki kepedulian terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Pada bulan Oktober pula, para pemuda telah bersumpah untuk menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bagi seluruh umat di bumi Indonesia.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kemendikbud selaku tangan pemerintah yang mengurusi pengembangan bahasa-bahasa di nusantara telah menetapkan bulan Oktober sebagai Bulan Bahasa dan Sastra. Kabarnya, peristiwa Sumpah Pemuda yang terjadi pada bulan Oktober telah melandasi penetapan bulan ini sebagai Bulan Bahasa dan Sastra.
Tahun 2020 ini, dalam bulan Oktober kita sedang merasakan banyak kesulitan menimpa masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia. Sebentuk virus penyebab penyakit yang sulit diprediksi datangnya dan belum diyakini obatnya telah menyerang dan mengobrak-abrik tatanan kehidupan masyarakat hampir di seluruh pelosok dunia.
Baca juga: Hari Olahraga Nasional dan Makna Kata Olahraga
Tema Bulan Bahasa dan Sastra
Di bawah ancaman serius virus ganas ini, Badan Bahasa mengambil tema “Berbahasa untuk Indonesia Sehat” sebagai tema Bulan Bahasa dan Sastra. Salah satu inspirasi yang melatarbelakangi penetapan tema ini tentu saja keadaan masyarakat dalam masa pandemi Covid-19 yang tengah melanda dunia saat ini.
Sebuah situs berita menyampaikan penjelasan Badan Bahasa mengenai pelaksanaan Bulan Bahasa dan Sastra tahun 2020. Antaranews.com mewartakan paparan Kepala Badan Bahasa Endang Aminudin Aziz saat menjelaskan makna tema yng dipilih kali ini.
Menurutnya, dipilihnya kata
sehat sebagai tema kali ini dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi yang sedang
amat diharapkan masyarakat saat ini.
Ia juga menyatakan bahwa kita tidak
bisa memisahkan unsur fisik dan mental ketika berharap kondisi bangsa yang
sehat dapat terwujud. Nah, bahasa dan sastra dapat mengambil peran pada bagian
itu.
Baca juga: Mencari Hikmahdi Balik “Musibah”, Sebuah Catatan Kelahiran Blog “Ulas Bahasa”
Kaitan antara Bahasa dan Kesehatan
Beberapa hasil penelitian mengindikasikan adanya hubungan antara penggunaan bahasa dan kesehatan manusia. Sebut saja misalnya pemberitaan kompas.com perihal pengaruh kegiatan belajar bahasa dan musik terhadap kesehatan otak.
Sesuai kabar yang disampaikan oleh media nasional tersebut, sebuah makalah yang dipublikasikan dalam jurnal Annals of New York Academy of Sciences telah mengupas sebuah hasil kajian yang meneliti hubungan antara bahasa dan musik dengan kesehatan otak. Hasil penelitian antara lain mengindikasikan adanya pengaruh positif penguasaan lebih dari satu bahasa terhadap kemampuan otak manusia.
Temuan itu menunjukkan bahwa musisi dan orang yang menguasai lebih dari satu bahasa membutuhkan lebih sedikit upaya untuk melakukan suatu tugas dibandingkan orang yang tidak menguasai keduanya. Diharapkan hasil itu akan mendorong pemikiran lebih lanjut terhadap kemungkinan penguasaan bahasa (dan musik) mampu menangkal demensia dan penurunan fungsi kognitif.
Saya tidak akan membahas lebih lanjut penelitian itu. Saya akan menerjemahkan makna berbahasa yang sehat secara sederhana saja. Bagi saya, menggunakan bahasa yang baik, yang membikin orang merasa gembira--saat kita bertutur kata atau menulis--sudah cukup menjadi sumbangan yang baik bagi kesehatan pendengar atau pembaca. Saya berusaha sedapat mungkin menghindari penggunaan istilah-istilah yang secara umum berkonotasi jelek dan cenderung merendahkan orang lain.
Tindakan itu bukan hanya kita lakukan ketika kita bertindak selaku subyek, misalnya menjadi pembicara atau penulis. Namun, kebiasaan menggunakan bahasa yang baik juga sangat diperlukan selagi kita berperan sebagai figuran seperti saat kita mengomentari tuturan atau tulisan orang lain.
Caranya cukup mudah. Kita hanya perlu membalik fungsi pelaku dan korban dalam sebuah interaksi. Ketika kita tidak ingin menjadi korban dalam suatu kasus, jangan menjadikan diri kita sebagai pelaku dalam kasus serupa.
Sebuah ungkapan bijak bisa menjadi acuan saat kita berkomunikasi menggunakan suatu bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Ungkapan bijak itu berbunyi, “Bicaralah yang baik atau diam saja”.
“Bicaralah yang baik atau diam saja”
Badan Bahasa telah mengangkat kembali semangat persatuan yang digaungkan para pemuda melalui bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Badan ini juga telah mengingatkan pentingnya sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan sebagai bahasa negara.
Tentu kita tidak ingin membelokkan arah perjuangan kaum muda pada masa perjuangan dulu dengan menggunakan bahasa Indonesia untuk memecah-belah komponen-komponen bangsa.
Post a Comment
Post a Comment