Benarkah ada kalimat yang bisa membunuh manusia? Saya meyakini memang ada kalimat yang berpotensi mendatangkan bencana.
Mungkin Anda menduga bahwa kalimat yang bisa membunuh manusia adalah kalimat yang berisi ancaman. Bisa jadi pendapat Anda betul. Kalimat berisi ancaman memang berpotensi mendatangkan bencana, termasuk pembunuhan.
Anda tentu sering mengikuti kabar-kabar kriminal yang berseliweran di berbagai kanal berita. Maka, Anda akan maklum tentang banyaknya kalimat ancaman yang bisa berujung terjadinya bencana.
Namun yang saya maksudkan dalam tulisan ini bukan kalimat yang berisi ancaman.
Selanjutnya barangkali Anda mengira bahwa kalimat yang bisa membunuh adalah kalimat yang mengabarkan sebuah berita yang sangat mengagetkan. Dan secara kebetulan, si penerima kabar adalah seorang penderita penyakit jantung yang akut. Mungkin saja berita sangat mengejutkan yang diterimanya seketika membuat jantungnya berdegup jauh lebih kencang daripada biasanya.
Silakan baca juga tulisan mengenai sulitnya mengganti kata chatting dalam bahasa Indonesia.
Masalahnya, saya tidak sedang menulis artikel mengenai penyakit jantung dan seluk-beluknya.
Sebenarnya tidak ada syarat khusus yang harus terdapat dalam kalimat yang membahayakan jiwa itu. Kata-kata yang terkandung di dalam kalimatnya bisa tentang apa saja.
Kenapa bisa begitu? Sebab, kalimat itu mendatangkan “ancaman pembunuhan” bukan karena isinya. Lantas apa?
Kalimat yang Bisa Membunuh
Baiklah, kini sudah tiba saatnya saya menyodorkan kalimat yang berpotensi membunuh manusia. Agar tidak timbul hal-hal yang tidak kita inginkan, sebaiknya Anda membaca kalimat berikut ini dalam hati saja.
“Sesuai kabar yang saya baca di banyak media beberapa hari terakhir ini pendaftaran program Kartu Prakerja yang merupakan program yang digagas pemerintah berupa bantuan biaya untuk mengembangkan kompetensi para pencari kerja, pekerja yang kena PHK atau pekerja yang membutuhkan peningkatan kompetensi gelombang 5 akan dibuka pada hari Sabtu tanggal 15 Agustus 2020 mendatang dengan rencana kuota yang akan dibuka sebanyak 800.000 orang dengan memperhitungkan pendaftar yang masuk dalam daftar prioritas yang diberikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan setelah program gelombang 4 yang dikabarkan peminatnya membludak ditutup pada hari Rabu yang lalu.”
Apakah napas Anda ngos-ngosan seusai membaca kalimat di atas? Kalau saya merasa biasa-biasa saja, tidak terengah-engah, karena saya membacanya dalam hati.
Mengutip kabar detik.com, dr Jordan Tishler dari Department of Veterans Affair Amerika Serikat menyampaikan pendapatnya mengenai kemampuan manusia menahan napas. Menurutnya, dalam keadaan normal biasanya manusia mampu menahan napas tanpa kesulitan sekitar 30-60 detik.
Jadi, kalaupun saya membaca kalimat itu dengan bersuara, sepertinya masih dalam batas aman. Stopwatch di hape saya menunjukkan angka 44 koma sekian detik ketika saya gunakan untuk mengukur waktu yang saya butuhkan untuk membaca satu kalimat tersebut.
Namun saya yakin, meskipun tidak sampai meninggal dunia karena kehabisan napas, membaca sebuah kalimat sepanjang 92 kata sangat tidak nyaman. Bagaimana pula jika kalimat yang kita baca lebih panjang lagi?
Jika Pembaca Bukan Penyelam, Jangan Bikin Kalimat Panjang
Liputan6.com mewartakan bahwa rekor menahan napas yang tercatat dalam Guiness Book of World Records dipegang oleh Tom Sietas. Penyelam asal Jerman itu mencatatkan rekornya menahan napas di dalam air selama 22 menit 22 detik yang dilakukannya pada tahun 2012.
Sementara itu, untuk kategori wanita, rekor dipegang oleh Karoline Meyer. Wanita itu membukukan waktu 18 menit 32,59 detik pada tahun 2009.
Bagi seorang penyelam yang terlatih, menahan napas sekitar 44 detik untuk membaca sebuah kalimat tentu bukan sebuah masalah. Paru-paru mereka telah terbiasa tidak kemasukan oksigen dalam waktu yang lebih lama.
Namun, apakah para penggemar membaca harus lebih dulu menjadi seorang penyelam? Saya kira tak akan ada pembaca yang rela menderita dengan mengorbankan kenyamanan dirinya hanya demi membaca kalimat Anda yang sepanjang kereta. Apalagi untuk sebuah tulisan dengan kualitas yang tidak istimewa.
Barangkali ada pembaca yang akan mengupayakan pelbagai cara untuk bisa membaca tulisan Anda. Hal itu bisa terjadi kalau saja karya Anda berkategori luar biasa.
Tentu akan lebih baik bila Anda sendiri yang menyesuaikan tulisan Anda untuk memberikan kenyamanan bagi pembaca. Sebab sebagian besar di antara kita belum mampu menghasilkan karya yang diburu pembaca.
Post a Comment
Post a Comment